Jumat, 14 Desember 2007

epidemologi DM


EPIDEMIOLOGI, PROGRAM PENANGGULANGAN, DAN ISU MUTAKHIR DIABETES MELLITUSOleh : Andi Dyah Pratiwi Sam “Current Issue, Jurusan Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007” ABSTRACTDM adalah penyakit tidak menular degenerative yang terjadi hampir disemua organ tubuh. DM sering juga di sebut the great imitator. Dimana kadar gula darah lebih tinggi dari biasa/normal (60 mg/dl - 145 mg/dl), ini disebabkan karena gula tidak dapat memasuki sel-sel dikarenakan kekurangan atau resisten terhadap insulin. Metode: pengamatan ini dilakukan dengan cara study pustaka pada beberapa jurnal penelitian DM. Tujuan: dari pengamatan ini adalah untuk melihat dan menggambarkan epidemiologi DM serta mengidentuifikasi saran-saran dari peneliti untuk dapat melanjutkan penelitian yang direkomendasikan secara alamiah dengan melihat berbagai literatur dan penelitian-penelitian yang telah di lakukan untuk menguirangi risiko meningkatnya DM di Indonesia. Kesimpulan: dari pengamatan ini adalah, peningkatan prevalensi DM didasari oleh pola herediter dan life style yang dimana laki-laki dan perempuan hampir sama hanya berbeda pada umur 70-80 tahun Rekomendasi: Masih perlu dilakukan penelitian tentang DM, dan pembahasan tentang penyakit tidak menular lainnya sehingga pencegahan penyakit tersebut dapat diupayakan lebih dini.Kata Kunci : DM, endokrin.


PENDAHULUAN A. Latar belakangPenyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara. Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatarbelakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena prnyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, samapai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk memeriksakan kadar glukosa darahnya. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional (www.depkes.go.id). Data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dari berbagai penelitian epidemiologis sebagaimana diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perkeni dr Sidartawan Soegondo SpPD KE menunjukkan, sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun adalah 1,5-2,3%. Penelitian tahun 1991 di kota Surabaya mendapatkan prevalensi 1,43% pada penduduk di atas 20 tahun. Di pedesaan Jawa Timur tahun 1989, prevalensinya 1,47%. Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes dari 1,7% (1982) menjadi 5,7% (1993). Sementara di Depok dan Jakarta, tahun 2001 angkanya 12,8%. Prevalensi diabetes di Makassar meningkat dari 1,5% (1981) menjadi 2,9% (1998). Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah distribusi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?2. Bagaimanakah frekuensi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?3. Bagaimanakah determinan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?4. Program apakah yang diterapkan dalam menanggulangi masalah penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?5. Apa isu mutakhir tentang penyakit Diabetes Mellitus?Tujuan Penulisan1. Tujuan umumUntuk mengetahui gambaran epidemiologi, program penanggulangan, dan isu terbaru tentang penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.2. Tujuan khususa. Untuk mengetahui distribusi penyaka.b. Untuk mengetahui frekuensi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.c. Untuk mengetahui determinan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.d. Untuk mengetahui program yang diterapkan dalam menanggulangi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.e. Untuk mengetahui isu mutakhir tentang penyakit Diabetes Mellitus. Manfaat penulisan1. Manfaat praktisDiharapkan makalah ini dapat menjadi sumber informasi terbaru untuk para analisdalam melakukan penelitian dan juga pihak terkait agar dapat membuat program-program yang akurat untuk mengatasi masalah Diabetes Mellitus khususnya di Indonesia. 2. Manfaat keilmuanDiharapkan dapat menjadi kajian dan acuan serta bahan bacaan dalam studi literatur dalam konteks penelitian.3. Manfaat bagi penulisPenulis dapat menambah wawasan tentang penyakit Diabetes Mellitus dan mampu mempelajari serta mancari tahu atau dapat meneliti hal-hal yang dianggap dapat berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus.

isu mutakhir imunisasi



ISU MUTAKHIR IMUNISASI OLEH :KHALIDATUNNUR & MASRIATI MAETA BAGIAN EPIDEMIOLOGI FKM UNHAS Abstrak Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi kesehatan anak anda. Imunisasi merupakan suatu cara yang efektif untuk memberikan kekebalan khusus terhadap seseorang yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Salah satunya adalah penyakit campak yang sering sekali menyerang anak dibawah usia lima tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi cakupan imunisasi lengkap di wilayah tertentu. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk melihat hubungan antara pengetahuan imunisasi dengan kejadian penyakit campak pada balita.Data menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati (Tinker, 1997 dalam WHO-Depkes-FKMUI, 1998) akibat tidak mendapatkan imunisasi. Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang di lakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit-penyakit tertentu.Keywords : Imunisasi, balita, campak PENDAHULUANKata imun berasal dari bahasa Latin ‘immunitas’ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk kedalam tubuh. Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Di negara berkembang, terutama daerah pedesaan yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi, sering terjadi wabah campak dengan angka kematian yang tinggi. Namun, dengan adanya program imunisasi yang terus menerus digalakkan selama ini, jumlah kematian karena penyakit campak menurun drastis. Penting sekali diberikan imunisasi pada anak-anak yang rentan, agar mereka bisa terlindung dari campak. Menurut WHO, dianjurkan pemberian imunisasi campak 1 kali dengan dosis 0,5 ml pada bayi berusia 9 bulan. Indikator dalam mengukur derajat kesehatan masyarakat diantaranya adalah AKI dan AKB. Hal ini disebabkan karena ibu dan bayi merupakan kelompok yang mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap penyakit dan kematian. Data menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati (Tinker, 1997 dalam WHO-Depkes-FKMUI, 1998). Angka Kematian Bayi di Indonesia menurut hasil sensus penduduk tahun 1990 masih cukup tinggi, yaitu 74 per 1000 kelahiran hidup. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 dan 1992 menunjukkan bahwa penyakit tetanus neonatorium selalu berada pada kelompok 3 besar penyebab utama kematian bayi.TINJAUAN PUSTAKAPengertian ImunisasiImunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk melindunginya dari beberapa penyakit tertentu. Imunisasi merupakan upaya untuk mencegah penyakit lewat peningkatan kekebalan tubuh seseorang. Selama ini, imunisasi lebih banyak diberikan pada masa anak-anak. Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang di lakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit-penyakit tertentu.Tujuan, Manfaat dan Efek ImunisasiImunisasi diperlukan untuk mencegah meluasnya penyakit-penyakit tertentu dan menghindari risiko kematian yang diakibatkannya. Tujuan imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat, mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betul-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi yaitu, BCG : setelah dua minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. DPT : kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu dua hari. Campak : anak mungkin biasa panas, kadang disertai dengan kemerahan 4 - 10 hari sesudah penyuntikan. TETANUS TOXOID: Efek samping TT untuk ibu hamil tidak ada. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan dari pada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.Imunisasi bermanfaat untuk mencegah meluasnya penyakit-penyakit tertentu dan menghindari risiko kematian yang diakibatkannya. Manfaat jangka pendek imunisasi adalah pencegahan terhadap penyakit infeksi yang berbahaya dan mematikan sedangkan manfaat jangka panjang imunisasi mencakup pemberantasan penyakit infeksi tersebut. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi, beberapa penyakit yang dapat dicegah antara lain : tetanus neonatorum, campak, dan difteri. Dari hasil (SKRT) tahun 1992 dan 1995 penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) termasuk dalam pola penyakit penyebab kematian utama pada bayi di Indonesia.a. Pertusis Pertusis (Batuk Rejan) adalah penyakit akut pada saluran pernapasan. Didapatkan pada anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun, terutama pada anak umur 2 - 3 tahun. Basil penyebab adalah Bordetella pertusis. Jumlah Kasus dan Angka Insidens penyakit Pertusis dari laporan SST tahun 1992 s/d 1996 untuk kelompok umur <1 href="http://www.infoibu.com/”http:/www.infoibu.com”"> www.infoibu.com, 2005 )2. Adanya risiko efek samping Thimerosal (komponen merkuri yang digunakan sebagai trace amounts untuk mencegah kontaminasi bakteri atau mikroorganisme lain, terutama pada vial multi dosis (multi dose vial=MDV)) yang telah digunakan. (Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Sri Rezeki S.Hadinegoro, 2006).3. Di Indonesia 153.681 bayi mati setiap tahun. Itu berarti setiap harinya ada 421 orang bayi yang mati sama dengan 2 orang bayi mati setiap menit, hal ini salah satunya disebabkan cakupan imunisasi yang kurang lengkap bahkan ada yang sama sekali tidak diimunisasi, saat ini: 27,3% balita Indonesia gizi kurang, 8% dari mereka gizi buruk, 50% balita Indonesia kekurangan vitamin A, 48,1% balita anemia gizi, 36% anak Indonesia tergolong pendek, 11,1% anak sekolah menderita GAKY, 50% ibu hamil kurang gizi. (John The Ire Ketua Lembaga Perlindungan Anak Ende, 2006)PenutupData menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir mati (Tinker, 1997 dalam WHO-Depkes-FKMUI, 1998) akibat tidak mendapatkan imunisasi. Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena mereka yang paling peka terhadap penyakit dan ibu-ibu hamil serta wanita usia subur. Saran1. Petugas kesehatan mempunyai andil yang besar dalam peningkatan cakupan imunisasi selain ibu maka diharapkan agar tenaga kesehatan berperan aktif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan segera tanggap terhadap lingkungan sekitarnya apabila masih ada bayi yang tidak mendapat imunisasi.2. Diharapkan kepada ibu-ibu yang mempunyai balita agar sesering mungkin ke puskesmas untuk mendapatkan pelayanan imunisasi bagi anak mereka dan kepada masyarakat agar dapat bekerja sama dengan pemerintah dan mitra lokal seperti PMI, agar dapat memberikan perlindungan kepada anak-anak mereka dari penyakit-penyakit berat dengan cara pemberian imunisasi lengkap. REKOMENDASI1. Lindungi diri anda dan keluarga dari serangan berbagai penyakit yang berbahaya“. Data statistik menunjukkan makin banyak penyakit menular bermunculan dan senantiasa mengancam kesehatan anda. Jangan biarkan anak anda dan diri anda sendiri terserang oleh infeksi yang dapat membahayakan hidup anda. Lindungi anda dan keluarga dari infeksi dengan melalui vaksinasi terkontrol.2. “Pencegahan lebih baik dari pada mengobati“Setiap tahun diseluruh dunia, ratusan ibu anak-anak dan dewasa meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. 3. Dalam upaya meningkatkan kesehatan balita maka tenaga kesehatan perlu melakukan imunisasi, pemberian makanan tambahan, penyuluhan dan kegiatan lainnya melalui pos pelayanan terpadu

obesitas anak



Obesitas Anak :
Sindrom Metabolik Usia Dini

RACIKAN UTAMA - Edisi Mei 2007 (Vol.6 No.10), oleh andra
Obesitas pada anak telah menjadi masalah yang serius di Indonesia. Susahnya, perubahan yang dilakukan harus secara sosial dan besar-besaran. Literatur kedokteran yang ada pun tidak ada yang dengan tepat mencantumkan bagaimana cara terbaik untuk melakukan perubahan di bidang ini

Lebih dari sembilan juta anak di dunia berusia enam tahun ke atas mengalami obesitas, lapor Dennis Bier dari Pediatric Academic Society (PAS). Sejak tahun 1970, obesitas kerap meningkat di kalangan anak, hingga kini angkanya terus melonjak dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga kali lipat pada anak usia 6-11 tahun. Dr. Damayanti R. Syarif, Sp.A(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta bertutur senada, dari penelitian yang dilakukan di empat belas kota besar di Indonesia, angka kejadian obesitas pada anak tergolong relatif tinggi, antara 10-20% dengan nilai yang terus meningkat hingga kini. Edukasi nutrisi anak pada orang tua terus digencarkan, mengingat negeri Indonesia masih memiliki fenomena paradoks pediatrik yang unik, jutaan anak mengalami malnutrisi, sementara di lain sisi jutaan anak pula yang mengalami obesitas. Faktor makanan ringan selain makanan rumah (jajan) diduga sebagai kambing hitam.
Definisi dan situasi obesitas
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya. Definisi ini relatif sama dengan Institute of Medicine (IOM) di AS, sementara Center for Disease Control (CDC) AS mengkategorikan anak tersebut sebagai ‘overweight’. CDC berargumen bahwa seorang anak dikategorikan obesitas jika mengalami kelebihan berat badan di atas persentil ke-95 dengan proporsi lemak tubuh yang lebih besar dibanding komponen tubuh lainnya.
Sampai saat ini penyebab tingginya angka obesitas pada anak-anak, terutama di Indonesia, masih simpang siur. Banyak kalangan yang menduga kuat akibat pengaruh jajanan yang kurang sehat dengan kandungan kalori tinggi sehingga anak-anak cenderung lebih senang jajan daripada makan di rumah. Penelitian Damayanti juga menunjukkan bahwa obesitas kerap terjadi pada golongan anak yang lebih senang jajan. Sayangnya, penjelasan ilmiah mengenai hal ini masih simpang siur. Sampai saat ini para dokter harus puas dengan predikat ‘multikausal’ sebagai penyebab obesitas, keadaannya sangat multidimensional. Tidak hanya terjadi pada golongan sosioekonomi tinggi, sering pula pada sosioekonomi menengah hingga menengah ke bawah.
Obesitas pada anak juga secara otomatis meningkatkan angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. banyak hal yang –multiidimensional- yang menyebabkan anak menjadi obes, namun jalur metabolisme pada akhirnya akan menyebabkan imbalans energi, yakni ketidakseimbangan kalori yang masuk dengan kalori yang dihabiskan. DM tipe 2 yang sejak dulu menjadi langganan kaum tua, saat ini sudah menjamur merambah kalangan anak-anak.
Selain itu para ilmuwan juga sepakat bahwa obesitas pada anak cenderung terjadi akibat faktor lingkungan daripada faktor genetik. Alasan epidemisnya ialah dari tahun 1970-an hingga 2000-an merupakan waktu yang terlalu singkat untuk mengubah struktur genetik untuk menyebabkan perubahan pola prevalensi obesitas terkini. Obesitas akibat hiperlipidemia familial juga tidak menyebabkan angka yang sangat tinggi seperti saat ini.
Faktor sosial
Mafhum bagi kalangan medis bahwa obesitas pada anak telah menjadi masalah yang serius di Indonesia dan di dunia. Karena obesitas terjadi karena imbalans energi, maka pendekatan yang dilakukan ialah dengan menyeimbangkan pola makan dengan kebiasaan bermain atau berolahraga. Demikian kompleksnya tujuan ini untuk dicapai, perubahan yang dilakukan harus secara sosial dan besar-besaran. Literatur kedokteran yang ada pun tidak ada yang dengan tepat mencantumkan bagaimana cara terbaik untuk melakukan perubahan di bidang ini, dengan kata lain, masih dibutuhkan studi lebih lanjut di Indonesia tentang bagaimana mencegah obesitas sejak dini.
Menutup restoran cepat saji atau menertibkan tukang jajan di sekolah dasar tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan usaha dari pelbagai kalangan untuk melakukan perubahan yang benar-benar efektif, dari pemerintah, media massa, rakyat secara umum, sekolah, penyedia jasa kesehatan, peneliti, dan tentunya dari kalangan rumah alias orang tua.
Pemerintah sebagai penentu kebijakan berperan menetapkan aturan atau pembatasan makanan-makanan kurang sehat dengan kalori yang sangat tinggi serta berpotensi menimbulkan obesitas. Media massa memegang peranan yang amat luar biasa besar untuk mengkampanyekan bahayanya obesitas pada anak, di perkotaan Indonesia, tren ustadz atau pendeta sebagai guru sudah mulai tersingkir. Meskipun pengajian dan misa masih ramai pengunjung, tak bisa dipungkiri bahwa masyarakat lebih patuh terhadap iklan dan tayangan televisi yang berlangsung hampir 24 jam sehari dengan kemasan yang sangat menarik. Gabungan pemerintah dan media massa untuk mendidik masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat merupakan alat yang sangat baik untuk membuat perubahan.
Kebiasaan-kebiasaan yang baik harus ditanamkan pada anak sejak dini. Para orang tua harus disiplin dan ‘tega’ mendidik anak untuk pergi sekolah jalan kaki atau naik sepeda daripada harus diantar jemput. Tidak baik untuk menuruti anak untuk sering makan di restoran cepat saji, budaya makan buah dan sayur harus sejak dini dibiasakan, dongeng-dongeng sebelum tidur ada baiknya kembali dibudayakan dengan cerita Popeye dan bayam atau cerita bagaimana proses sebuah telur bisa menjadi ayam goreng superbesar dengan lemak tebal dan kulit renyah khas restoran cepat saji.
Tak kalah pentingnya ialah peran sekolah untuk menambah jadwal olah raga dan menyediakan media yang lebih baik bagi anak-anak untuk ‘bermain’ dan berolahraga. Sekolah juga sebenarnya menjadi kunci untuk menertibkan puluhan pedagang yang menyuguhkan makanan-makanan sangat tidak sehat. Memang benar bahwa ‘jajan’ lebih tepat digolongkan sebagai kebiasaan, meski sudah dihalang-halangi bagaimana pun, anak-anak akan tetap mencari tukang jajan di mana-mana. Dengan demikian kampanye menghindari jajan harus sangat rutin digembar-gemborkan. Para ilmuwan sebenarnya juga menyarankan pada pihak sekolah untuk memberi waktu luang 30 menit perhari untuk melakukan aktivitas kardiovaskular.
Sindrom metabolik
Karena tingginya prevalensi obesitas pada anak dari hari ke hari, para ilmuwan semakin serius memikirkan akibat buruk dari keadaan tersebut, yakni terjadinya sindrom metabolik. Definisi entitas sindrom metabolik ialah terdapatnya resistansi insulin diikuti dengan minimal tiga dari gejala berikut, hipertensi, perubahan metabolisme glukosa, dislipidemia, serta obesitas. Karenanya, bisa saja seorang anak mengalami obesitas tapi belum tentu masuk kategori sindrom metabolik.
Meskipun definisi sindrom metabolik sudah relatif jelas terdeskripsikan pada orang dewasa, untuk menentukan pada anak merupakan cerita lain. Berdasarkan definisi Cook seorang anak dikategorikan mengidap sindrom metabolik jika memenuhi komponen berikut, lingkar perut yang lebih besar dari persentil ke-90 pada kurva usia, jenis kelamin, dan etnis; gula darah puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl; tekanan darah yang lebih tinggi dari persentil ke-90 pada kurva usia dan tinggi badan; trigliserida puasa yang lebih besar dari 110 mg/dl; serta kolesterol HDL yang lebih rendah dari 40 mg/dl. Tentunya semua pemeriksaan ini sangat bersifat tersier dan tidak mudah dilakukan di semua rumah sakit di Indonesia.
Prevalensi sindrom metabolik itu sendiri sangat berkaitan dengan obesitas pada anak. Weiss dkk menyebutkan bahwa 30% anak dengan obesitas sedang menderita sindrom metabolik. Sementara angkanya meningkat menjadi 50% pada anak dengan obesitas berat. Selain itu pada studi yang dilakukan Weiss ini terdapat kesimpulan lain yang melengkapi kejadian sindrom metabolik, yakni masalah utama terjadinya sindrom metabolik ialah resistensi insulin di jaringan, serta masalah kedua ialah anak yang obes akan mengalami peningkatan kadar C-reactive protein (CRP).
Meski banyak yang mendukung kesimpulan di atas, namun ada juga yang meragukan itu semua, dengan alasan bahwa glukosa darah merupakan status yang sangat mudah berubah. Bisa saja seorang anak mengalami gangguan toleransi glukosa, atau mungkin saja glukosa darah puasa terlihat normal namun sebenarnya tidak normal pada glukosa post-prandial. Resistensi insulin kembali dipertanyakan sebagai patogenesis terjadinya sindrom metabolik.
Pendapat terbaru menyebutkan bahwa pada anak yang obesitas didapati terdapat disfungsi endotel vaskular, apalagi jika didapati bahwa anak yang obesitas juga mengidap hipertensi. Melalui pemeriksaan USG Doppler pada arteri karotis, Sorof menunjukkan bahwa anak yang obes akan mengalami penebalan tunika intima-media. Tidak diketahui mengapa daerah ini menebal, namun diduga semuanya berkaitan dengan resistensi insulin, obesitas, sindrom metabolik, aterosklerosis, dan tentunya mengakibatkan hipertensi. Penelitian dari Rocchini tahun 1992 memberi hasil bahwa anak obes yang mengalami penurunan berat badan ternyata juga akan mengalami penurunan resistensi vaskular bersamaan dengan penurunan resistensi insulin. Dengan demikian resistensi insulin dan resistensi vaskular sebenarnya sangat berkaitan erat, meskipun tidak diketahui apa hubungannya.
Resistensi insulin dan resistensi vaskular memang penyebab utama sindrom metabolik. Namun sebenarnya masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan disfungsi endotel, di antaranya perubahan sistem renin-angiotensin-aldosteron, perubahan sistem saraf simpatis, dislipidemia, peningkatan kadar endotelin, bahkan inflamasi yang kronik. Bahkan studi yang akan datang mungkin akan mencari cara bagaimana menyekat jalur-jalur inflamasi yang dapat membantu mencegah kelainan vaskular yang ditemui di sindrom metabolik.
Obesitas dan asma
Berbicara tentang obesitas dan sindrom metabolik, sangat erat kaitannya dengan asma. Dengan definisi CDC bahwa kategori obesitas ialah BMI di atas persentil ke-95 dan overweight di antara persentil ke-85-95, sebuah studi dilakukan pada 406 anak-anak amerika dengan rata-rata usia 11 tahun. Dari survei tersebut diketahui bahwa anak-anak yang overweight akan cenderung lebih mudah terserang asma dengan frekuensi lebih dari satu kali serangan dibanding anak-anak normal. Digabung dengan hasil penelitian lainnya, terbukti bahwa anak-anak yang overweight memang cenderung mengalami serangan asma karena aktivitas mereka yang terbatas. Masih banyak kemungkinan lain yang mendasari hubungan antara asma dengan anak-anak yang overweight, dengan demikian masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut, termasuk untuk menetapkan bahwa terapi mengurangi asma pada anak ialah dengan menurunkan berat badan.
Di AS, Susan Woolford dari University of Michigan mengevaluasi peran obesitas dengan peningkatan jumlah pasien asma di rumah sakit. Penelitian ini menganalisis data nasional AS sejak tahun 2000. Sampelnya meliputi lama tinggal di rumah sakit dan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan pada anak usia 1-18 tahun dengan perbandingan anak-anak obesitas dengan anak normal yang dirawat karena pneumonia dan asma.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak pengidap asma yang obesitas memiliki waktu tinggal rata-rata 3.26 hari sementara anak-anak pengidap asma yang tidak obesitas selama 2.32 hari (95% CI 2.97-3.54). Sementara anak-anak pengidap pneumonia yang obesitas akan memiliki waktu rawat sehari lebih lama (4.4 hari) daripada anak-anak yang tidak obesitas. Waktu rawat yang lebih lama tentu saja akan menghabiskan dana yang makin banyak untuk perawatan rumah sakit.
Selain itu penelitian lain dari Harvard menunjukkan bahwa orang tua dengan anak yang obesitas cenderung untuk mendidik putra-putrinya secara ketat berupa mengurangi porsi makan, berlatih olah raga bersama, mengurangi waktu menonton TV, mengurangi konsumsi makanan cepat saji, soda, serta meningkatkan konsumsi sayur, buah, dan waktu untuk makan bersama. Orang tua juga mengakui bahwa sebenarnya mereka berusaha mengurangi berat badan anak mereka demi menghindari ketakutan akan penyakit-penyakit lain yang mungkin timbul karenanya.
Reseksi gaster
Secara teoretis manajemen obesitas pada anak ialah dengan mengatur berat badan dan mengurangi indeks massa tubuh (IMT) dengan aman dan efektif beserta komplikasi jangka panjang dan pendek yang minimal. Sebaiknya terdapat tim dokter anak dengan psikiater untuk mengatur pola dan kebiasaan makan serta kemungkinan depresi. Terapi pun harus ditujukan kepada keluarga, terutama jika ingin mengubah pola makan. Peran orang tua dalam mengarahkan perilaku makan yang baik dan sehat sangat berperan besar.
Gaya hidup sangat penting diubah, menonton TV dan video games mutlak harus dikurangi, jalan kaki mesti dibiasakan setidaknya 20-30 menit perhari. Diet dilakukan dengan membatasi kalori secara seimbang, makanan yang mesti dihindari ialah makanan dengan lemak, makanan-makanan ringan, makanan cepat saji kemasan, termasuk kentang goreng French fries, pizza, serta biskuit. Berbeda dengan orang dewasa, diet yang direkomendasikan untuk anak dengan obesitas ialah diet normal yang seimbang seperti di atas. Diet sangat ketat kalori ternyata malah hanya akan meningkatkan jumlah drop out diet atau berbuntut depresi berat hingga ingin bunuh diri.
Saat ini intervensi bedah sudah dilakukan untuk orang dewasa dengan IMT melebihi 40 atau berat badan yang melebihi 100% berat badan ideal. Begitu juga pada anak, terapi bedah dapat dilakukan dengan prosedur paling sering ialah restriksi gaster. Gaster dikurangi volumenya sebesar 15-30 ml atau dibuat bypass dari gaster ke jejunum untuk mencegah absorpsi di duodenum. Cara ini relatif mengesankan, mampu menurunkan berat badan dengan signifikan, minimal komplikasi, serta meningkatkan angka harapan hidup. Sayangnya mortalitas operasi ini masih tergolong besar, yakni 1% pada orang dewasa. Selain itu, dari proses operasi masih mungkin pula terjadi komplikasi ensefalopati, nefrolitiasis, kolelitiasis, enteropati protein, serta defisiensi beberapa faktor nutrisi tertentu. Sebagaimana terapi bedah lainnya, cara ini baru dipikirkan kalau memang obesitas tersebut sudah menahun yang sangat parah dan tidak respon dengan berbagai cara.

memperbaiki ingatan anda



MEMPERBAIKI INGATAN ANDA
Oleh: Cikgu Ahmad Shakir Md Taha
SEBAGAI seorang pelajar, anda perlu mempunyai ingatan yang baik. Jika tidak, sukar bagi anda menjawab soalan peperiksaan ataupun ujian.
Bagi mengatasi masalah tersebut, saya mencadangkan beberapa perkara yang boleh anda ikuti sebagai panduan.
1. Pastikan kenapa anda perlu mengingati sesuatu dan cuba arahkan. kuasai dan fahami tuiuan serta sebab-sebab anda belajar.
Selalu ingatkan diri sendiri tujuan sebenar belajar dan yang penting sebabnya mestilah kuat dan jelas.
Daya penggerak ke arah ini boleh diperkuatkan lagi dengan:
MINAT— Setiap mata pelajaran mempunyai banyak aspek yang menarik dan ia hendaklah disimpan serta diingatkan di dalam fikiran anda perkara-perkara tersebut. — Setiap mata pelajaran mempunyai banyak aspek yang menarik dan ia hendaklah disimpan serta diingatkan di dalam fikiran anda perkara-perkara tersebut. — Setiap mata pelajaran mempunyai banyak aspek yang menarik dan ia hendaklah disimpan serta diingatkan di dalam fikiran anda perkara-perkara tersebut.
Secara tidak langsung boleh menggalakkan aktiviti pembelajaran seterusnya walaupun anda mungkin bertemu aspek yang mungkin tidak menarik pada mata pelajaran lain.
SIFAT INGIN TAHU — Kebanyakan orang suka mengambil tahu apa yang berlaku di sekitar mereka dan biarkanlah sifat tersebut menguasai diri anda dalam semua mata pelajaran. — Kebanyakan orang suka mengambil tahu apa yang berlaku di sekitar mereka dan biarkanlah sifat tersebut menguasai diri anda dalam semua mata pelajaran. — Kebanyakan orang suka mengambil tahu apa yang berlaku di sekitar mereka dan biarkanlah sifat tersebut menguasai diri anda dalam semua mata pelajaran.
MEMPUNYAI CITA-CITA TINGGI — Keinginan untuk mempertingkatkan kedudukan atau mempunyai kelulusan yang lebih tinggi merupakan faktor kepada tujuan pembelajaran walaupun anda seorang yang cukup dahagakan ilmu pengetahuan. — Keinginan untuk mempertingkatkan kedudukan atau mempunyai kelulusan yang lebih tinggi merupakan faktor kepada tujuan pembelajaran walaupun anda seorang yang cukup dahagakan ilmu pengetahuan. — Keinginan untuk mempertingkatkan kedudukan atau mempunyai kelulusan yang lebih tinggi merupakan faktor kepada tujuan pembelajaran walaupun anda seorang yang cukup dahagakan ilmu pengetahuan.
PERSAINGAN — Ini juga merupakan suatu motivasi kerana ia mempunyai kesan positif dan bersainglah dengan rakan yang setaraf dengan anda. — Ini juga merupakan suatu motivasi kerana ia mempunyai kesan positif dan bersainglah dengan rakan yang setaraf dengan anda. — Ini juga merupakan suatu motivasi kerana ia mempunyai kesan positif dan bersainglah dengan rakan yang setaraf dengan anda.
Simpanlah rekod prestasi anda dengan baik kerana anda juga perlu bersaing dengan diri anda sendiri.
KERJASAMA — Bekerjasama dengan rakan ketika menyiapkan projek dan menyudahkan tugasan amat berguna kerana dapat membimbing anda. — Bekerjasama dengan rakan ketika menyiapkan projek dan menyudahkan tugasan amat berguna kerana dapat membimbing anda. — Bekerjasama dengan rakan ketika menyiapkan projek dan menyudahkan tugasan amat berguna kerana dapat membimbing anda.
2. Buat satu keputusan tentang perkara yang perlu diingat kerana ini merupakan rangka di dalam minda yang membolehkan sesuatu perkara diingati dengan mudah.
3. Pastikan dengan tepat yang perlu diingat dan hafaz definisi, garis kasar, teori, fakta dan juga formula

serat, gizi yang terlupakan


Serat, Gizi yang Terlupakan
DEWASA ini pola makan modern sering dihubungkan dengan tingginya kolesterol yang berasal dari pangan hewani. Kolesterol adalah pemicu munculnya penyakit degeneratif seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Salah satu upaya untuk menekan tingginya kolesterol darah adalah dengan meningkatkan konsumsi serat larut-yang tidak dapat dicerna, namun larut dalam air panas.
Di dalam saluran pencernaan serat larut ini akan mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan demikian, semakin tinggi konsumsi serat larut akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh.
Konsumsi serat makanan, khususnya serat tak larut (tak dapat dicerna dan tidak larut dalam air panas) menghasilkan kotoran yang lembek. Dalam hal ini diperlukan kontraksi otot yang rendah untuk mengeluarkan feses dengan lancar. Kekurangan serat akan menyebabkan tinja menjadi keras dan diperlukan kontraksi otot yang besar untuk mengeluarkannya, hal ini sering kali menyebabkan konstipasi atau keadaan sulit buang air besar. Bila hal itu berlangsung terus-menerus maka otot menjadi lelah dan lemah sehingga muncul penyakit diverticulosis. Penyakit ini dicirikan oleh penonjolan bagian luar usus berbentuk bisul dan disertai peradangan atau infeksi.
Di samping sisi baiknya, serat juga mempunyai beberapa hal yang bersifat negatip. Serat menjadi penyebab ketidaktersediaan beberapa zat gizi. Sebagai contoh vitamin D mungkin terganggu penyerapannya karena kehadiran serat. Dalam hal ini serat berpengaruh terhadap pengikatan asam empedu, yang berperan besar dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Kalau lemak terhambat penyerapannya maka vitamin larut lemak (vitamin D) juga akan terhambat penyerapannya.
Enzim protease yang berperan dalam pencernaan protein bisa terganggu karena kehadiran serat. Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga disebabkan oleh pengikatan atau interaksi dengan serat makanan. Pada intinya gizi yang kita konsumsi mempunyai nilai plus-minus. Di satu sisi ada peran positif dan di sisi lain ada fungsi negatif yang tak terelakkan. Konsumsi gizi seimbang niscaya akan mendatangkan manfaat positip lebih banyak bagi tubuh kita.
Sayuran dan buah-buahan adalah sumber serat makanan yang paling mudah dijumpai dalam menu masyarakat. Sayuran bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan. Hasil penelitian seorang mahasiswa IPB (Titi Rahayu, 1990) menunjukkan bahwa serat makanan dalam sayuran yang dimasak justru meningkat dibandingkan sayuran mentah.
Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa sayuran yang direbus dengan air menghasilkan kadar serat makanan paling tinggi (6,40%), disusul sayuran kukus (6,24%), sayuran masak santan (5,98%), dan sayuran mentah (5,97%). Proses pemasakan akan menghilangkan beberapa zat gizi sehingga berat sayuran menjadi lebih kecil berdasarkan berat keringnya. Proses pemasakan juga menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan yang dalam analisis gizi terhitung sebagai serat makanan. Alasan-alasan inilah yang menyebabkan sayuran yang telah dimasak mempunyai kandungan serat makanan lebih tinggi.
Di negara maju seperti AS oat bran (mirip dedak bekatul) telah cukup dikenal sebagai makanan penurun kolesterol. Di dalam buku The 8-Week Cholesterol Cure karangan Robert E. Kowalski diuraikan tentang berbagai penelitian terkait dengan pemanfaatan oat bran. Salah satu studi mengindikasikan bahwa konsumsi oat bran 50 gram sehari akan menurunkan kolesterol total sebesar 19% dan kolesterol LDL 23%. Rahasia oat bran sebagai penurun kolesterol terletak pada kandungan serat larutnya yang sangat tinggi yaitu mencapai 14,0%. Tabel 1 menunjukkan kandungan serat tak larut dan serat larut beberapa jenis pangan.
Dedak padi adalah limbah dari penggilingan padi yang umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Di dalam dedak padi yang telah distabilisasi ditemukan sekitar 33,0 %-40,0 % serat makanan. Produk-produk beras dan turunannya diketahui mempunyai sifat tidak mendatangkan alergi, mudah dicerna, bebas gluten, dan kaya karbohidrat kompleks. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan dedak sebagai salah satu produk ikutan beras sangat berguna pangan alternatif manusia. Industri roti dan kue bisa memanfaatkan dedak sebagai substitusi tepung terigu sehingga bisa menghasilkan produk roti/kue yang sehat karena kaya serat.
Industri yang bergerak dalam bidang pangan kesehatan (health foods) saat ini banyak menawarkan berbagai jenis makanan/minuman yang kaya gizi tertentu, termasuk minuman kaya serat. Pola makan modern yang kurang seimbang akan semakin menyuburkan kehadiran health foods sebagai suplemen alternatif.